Langsung ke konten utama

Becoming... His Point of View

25 Desember 1982 – Rumah Pribadi Jin Rui

Pagi natal. Tapi tak ada salju di luar.
Dan di dalam rumahku—hanya ada kehangatan buatan tangan seorang wanita yang kutaklukkan dua tahun lalu, dan tiga anak perempuan yang kusebut “milikku”.

Aku terbangun oleh bau mentega dan cokelat.

Suara langkah kecil di koridor, dan celetukan lirih:

> “Papa… nanti bilang enak ya…”



Suara Qingqing. Belum genap dua tahun, tapi sudah bisa berkomplot dengan ibunya membuat kejutan kecil.
Mereka menyiapkan kue natal sederhana di dapur. Ruyu mengajari Qingqing menghiasinya dengan taburan warna, dan menulis inisial J dan Q dengan saus stroberi.


---

Dulu, aku tak percaya pada rumah.
Aku hidup tanpa rumah. Tanpa ibu. Tanpa ayah.
Tapi pagi ini, aku bangun… dan wanita yang dulunya pria itu, berdiri di depan meja makan, rambut panjangnya diikat rendah, menyajikan sarapan, memberi aba-aba ke pelayan harian untuk membersihkan ruang tamu, dan sesekali menggendong si kembar saat mulai rewel.

Bukan pertunjukan.
Tapi kehidupan yang benar-benar dibentuk oleh rutinitas dan penyerahan.


---

Tak ada yang tahu tentang keluarga ini.

Tidak publik. Tidak media. Tidak penggemar.

Karena aku tidak menikah di depan kamera.
Aku menikahi Ruyu di dalam sunyi—karena identitas lamanya adalah musuhku.
Dan sekarang… dia bukan siapa-siapa, selain You Ruyu, istriku, ibu dari anak-anakku, ladang tempatku menanam kehidupan malam demi malam.


---

Tamu untuk pesta ulang tahun tanggal 1 Januari nanti sudah kutentukan sendiri.
Aku bukan tipe suami yang bertanya: "Siapa yang kau ingin undang?"

Yang kuundang hanya:

Tuan Wang, asistenku sejak awal karier

Beberapa kolega bisnis yang tak pernah ikut campur urusan rumah tangga

Pelayan harian pilihan, dan dokter pribadi anak-anak
Tidak lebih. Tidak kurang.


Ruyu tidak pernah mempertanyakan. Karena dia tahu, aku yang menentukan siapa yang boleh melihat hidup kami dari dekat.


---

Malam ini, dia tak meminta apapun.
Tapi aku tahu dia lelah.
Persiapan untuk pesta, mengurus rumah, pendidikan dini anak-anak, memastikan aku punya makan malam yang tepat waktu, dan memastikan tubuhnya tetap menarik saat kutarik masuk ke ranjang malam hari.

Dan dia tetap menyambutku.
Dengan diam.
Dengan mata setengah terpejam.
Dengan tangan yang sudah tahu harus membuka dirinya.


---

Monolog Jin Rui – Malam Natal

> “Aku tidak tumbuh dengan ayah. Aku tidak tahu rasanya dipanggil 'Nak' dan dibelai sebelum tidur.
Tapi kini aku memiliki tiga anak perempuan yang meraih tanganku setiap pagi.”



> “Aku tidak tahu bentuk keluarga. Tapi aku membentuknya dari puing dendam dan gairah.
Dari seorang pria bernama Liang Zemin, kutumbuhkan wanita bernama Ruyu.”



> “Dia bukan hanya istri. Dia rumahku.
Dan aku, pria yang membentuknya malam demi malam.”



> “Aku tidak mencintai dengan kata-kata. Tapi aku membangun kamar bayi sebelum dia tahu dia hamil.
Aku mengganti bajunya saat dia tak kuat berdiri.
Dan aku menanam benihku dalam dirinya, bukan karena aku ingin banyak anak—tapi karena aku tak ingin sendirian lagi.”



> “Natal ini, aku tidak mengucapkan ‘selamat natal’.
Tapi aku mencium tengkuk istri dan anak-anakku satu per satu.
Dan aku tahu… aku tidak kehilangan apa-apa. Aku telah memiliki segalanya.”

=====

31 Desember 1982 – Malam Pergantian Tahun – POV Jin Rui

Sudah tiga tahun aku tidak berdiri di atas panggung saat tahun baru.
Tiga tahun aku tidak ikut menghitung mundur bersama lampu sorot dan sorakan ribuan orang.

Tapi di sini, di ruang tamuku, ada cahaya yang lebih hangat dari lampu panggung.
Ada suara yang lebih bermakna dari tepuk tangan penonton.

Tahun pertama, aku bersiap berangkat. Jas sudah kupakai. Sepatu sudah mengilap. Tapi tiba-tiba, Ruyu pecah ketuban. Dan aku tahu… sejak malam itu, jalan hidupku tidak akan sama. Aku menunggu bukan panggilan MC, tapi tangisan putriku—Jin Qingge.

Tahun kedua, aku tidak tenang meninggalkan rumah. Ruyu sedang hamil kembar, dengan tubuh yang begitu besar dan wajah pucat karena kelelahan. Tapi dia tetap memimpin acara ulang tahun pertama Qingge dengan anggun, dengan senyum yang tidak pernah goyah sampai para tamu terakhir pulang. Dan malam itu, dua putri lagi lahir dari tubuhnya yang sudah hampir tak mampu menanggung beban.

Sekarang, tahun ketiga, aku tidak pernah berpikir untuk pergi.


---

Ruyu mempersiapkan acara sederhana di ruang keluarga.
Tirai tipis disingkapkan. Di depan jendela besar, panggung kecil diatur dari karpet dan bantal empuk.
Qingqing berdiri di tengah, mengenakan hanfu putih gading dengan bordiran phoenix kecil—hasil tangan ibunya sendiri. Di kiri kanannya, Yuyan dan Yurou duduk, tertawa kecil sambil memegang lonceng kain.

Ruyu duduk di sudut, tak ikut menari. Tapi semua anak kami menoleh ke arah dia setiap kali mereka ragu. Seperti menghafal langkah dari wajah ibunya.

Aku duduk di sofa, menyaksikan semuanya.
Tak perlu berkata apapun. Tak perlu memuji.
Aku menilai dengan mata, mencintai dengan kehadiran.


---

Setelah anak-anak tidur, rumah kembali tenang.
Jam menunjukkan hampir tengah malam. Dunia di luar bersiap menghitung mundur. Tapi di dalam sini, hanya ada aku dan dia.

Dia yang kini berjalan pelan dari kamar anak menuju kamar kami.
Rambut panjangnya masih basah sedikit, baru selesai menyeka wajah.
Dia tak pakai apa-apa selain gaun tidur tipis yang hanya menutupi garis punggung.
Matanya menatapku tanpa bertanya.

Aku tahu tubuhnya lelah, tapi dia tidak menolak ketika aku menggenggam tangannya.


---

Monolog Jin Rui – Sebelum Tidur

> “Tiga tahun lalu, aku berniat membalas dendam.
Sekarang aku tidur di sisi wanita yang dulu ingin kuhancurkan—karena aku tahu dia sudah tak perlu dihancurkan lagi. Dia sudah menyerahkan semuanya.”



> “Aku tidak perlu publisitas, tidak perlu kamera.
Karena aku memiliki apa yang tak bisa dilihat dunia:
Seseorang yang pernah berdiri paling tinggi… kini memilih untuk bersujud di hadapanku.”



> “Aku tidak mencintai dengan kata manis.
Aku mencintai dengan memberi tempat tidur yang hangat, makanan yang cukup, dan perlindungan agar dia tidak perlu berdiri lagi di atas panggung sebagai pria.
Dia sudah cukup berjaya.
Sekarang… dia adalah rumah.”



> “Malam ini, aku tidak mendengar suara sorak kerumunan.
Tapi aku mendengar suara napas lembut dari tiga putriku.
Dan aku tahu, aku sudah menang.
Bukan dari dunia. Tapi dari kesepian yang selalu mengikuti lelaki sepertiku.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Behind The Scene - Joo Won & Uee

cr : yongseohaejusaeyo@youtube Kalau ndak salah mereka membicarakan tentang first kiss mereka di ep 36. Kalau menurut Joo Won sich seperti ciuman anak SMP, yang ndak bergerak sama sekali, benar-benar kaku. Hehehehehe, mendengar ini aku merasa lucu banget. Jadi secara tidak langsung, dia mau kiss yang passionate sama Uee yah? Hehehehehehe.. Ini ada gambaran dari soulsrebels.wordpress.com : NAR says normally TH shows overflowing charisma but in front of J, TH changes into an innocent/docile person. And recently he found the courage to confess he likes J. but J’s answer to this confession was vague – “yes. Go” to TH who never once dated, this was a harder problem (to solve) than a math problem. From that day on, he officially started stalking/following J around and showed up wherever she went. That was Hwang TH’s way/method of loving. NAR asks Uee: how did you feel (about him following you around)? Uee laughs and says: I am sick and tired of it. Joowon is standing behind her so camera...

Back In Time - Lynn [OST K.Drama The Moon That Embraces The Sun]

Sebelumnya sudah pernah share OST ini ( di sini ). Nah sekarang aku akan share liriknya beserta translate yah.. Lirik : 구름에 빛은 흐려지고 gureume bicheun heuryeojigo 창가에 요란히 내리는 changgae yoranhi naerineun 빗물소리 만큼 시린 기억들이 bitmulsori mankeum sirin gieokdeuri 내 마음 붙잡고 있는데 nae maeum butjapgo inneunde 갈수록 짙어져간 galsurok jiteojyeogan 그리움에 잠겨 geuriume jamgyeo 시간을 거슬러 갈순 없나요 siganeul geoseulleo galsun eomnayo 그 때처럼만 그대 날 안아주면 geu ttaecheoreomman geudae nal anajumyeon 괜찮을텐데 이젠 gwaenchanheultende ijen 젖어든 빗길을 따라가 jeojeodeun bitgireul ttaraga 함께한 추억을 돌아봐 hamkkehan chueogeul dorabwa 흐려진 빗물에 떠오른 그대가 heuryeojin bitmure tteooreun geudaega 내 눈물 속에서 차올라와 nae nunmul sogeseo chaollawa 갈수록 짙어져간 galsurok jiteojyeogan 그리움에 잠겨 geuriume jamgyeo 시간을 거슬러 갈순 없나요 siganeul geoseulleo galsun eomnayo 그 때처럼만 그대 날 안아주면 geu ttaecheoreomman geudae nal anajumyeon 괜찮을텐데 이젠 gwaenchanheultende ijen 흩어져가, 나와 있어주던 그 시간도 그 모습도 heuteojyeoga, nawa isseojudeon geu sigando geu moseupdo 다시 그 때처럼만 그대를 안아서 dasi geu t...

Old Thai Lakorn aka Old Thai Drama

Tiba-tiba teringat dulu masa SD atau SMP pernah gemar nonton drama Thailand yang ditayangkan di anTV atau TPI (yang sekarang dikenal dengan MNCTv). Nah dulu seingatku ada cerita ttg cowok yang punya istri banyak, ternyata salah satu istrinya meninggal. Terus istri yang meninggal itu ternyata punya saudara perempuan kembar yang menyamar untuk menyelidiki kematian kakaknya. Ternyata karena wajahnya yang memang 100% mirip dengan wajah kakaknya yg meninggal, dia mudah masuk ke rumah itu sebagai istri cowok itu. Setiap kali cowok itu minta dilayani, cewek itu ada ajah taktik untuk mengelak, akhirnya dia melakukan hubungan suami istri. Cewek itu kira aman ternyata ndak, cewek itu hamil pada saat semua rahasianya kebongkar. Seingatku akhirnya happy ending . Masalahnya aku tak tahu judul drama ini. Pengen banget nonton lagi. Ada yang masih ingat? Terus masih ingat lagi drama anTV. Benar-benar lupa judulnya dan nama pemainnya. Tapi ceritanya tentang cewek yang kabur terus ndak sengaja ketemu co...