Sepertinya aku harus menata perlahan demi perlahan kehidupanku. Sekarang ini aku melewati hari-hari tanpa arah. Aku seperti kehilangan visi hidupku. Semua seakan-akan telah kacau dan buyar. Bahkan hubunganku dengan beberapa orang menjadi sedikit terganggu karena sikapku akhir-akhir ini. eakan-akan aku tidak dapat berpikir rasional seperti seharusnya aku. Aku terlalu emosional. Bahkan Bang Ronald sendiri mengatakan bahwa aku ternyata masih anak-anak. Padahal tahu sendiri kalau aku tak mau dianggap anak-anak. Aku merasa aku harus matang dan dewasa karena begitulah harusnya aku. Aku harus dapat menjadi pribadi seperti itu sehingga memenuhi keinginan orang-orang.
Di mata semua orang, aku harus menjadi pribadi yang kuat. Adakah yang dapat menerima kalau aku sudah letih untuk selalu kuat? Adakah yang mau jadi tempat bersandar?
Kalau aku mengharapkan manusia, pastilah aku kecewa besar. Yah itulah yang aku alami. Aku mengharapkan Bang David dan Bang Ronald untuk tempatku bersandar. Namun mereka pun punya kehidupan sendiri. Mereka punya masalah sendiri. Aku tak boleh egois.
Yang pasti aku hanya dapat mengandalkan dan bersandar pada Tuhan Yesus. Pada saat di tengah malam aku mau tidur, aku teringat akan papa, air mata tak kuasa untuk mengalir aku hanya dapat memanggil nama Yesus. Aku ingin Yesus menemaniku melewati masa-masa ini. Kalau dengan kekuatanku sendiri aku pasti tidak bisa. Aku butuh Tuhan Yesus yang menjamah hatiku, mengobati jiwa dan hatiku.
Terlebih lagi, aku butuh Roh Kudus untuk memberi semangat baru untuk hidup untuk melanjutkan hidupku, entah itu melamar pekerjaan ataupun mengejar beasiswa ke luar negeri. Aku harus punya semangat. Aku punya 2 janji dengan papa. Kerja di bank Indonesia dan kuliah di luar negeri. Aku harus mampu mencapainya. Oleh sebab itu, aku butuh semangat baru. Semangat untuk melanjutkan hidup. Semangat untuk mencari pekerjaan. Pokoknya harus semangat. Jangan hanya melewati hari-hari ini tanpa makna. Aku harus kembali menemukan visi dan misi aku sebagai manusia.
Untung saja aku masih mengemban pikiran untuk tetap menjadi kakak yang bisa diandalkan. Tapi bagaimana dengan kakak kebanggaan? Aku belum dapat kerja. Aku belum membuat adik-adikku terkagum-kagum atas apa yang aku kerjakan. Aku mulai mengecewakan? Entahlah...
Kehidupan pribadiku pun kacau. Aku merasa lebih baik aku sendiri. Menata dengan baik. Tidak mau menyakiti orang lain lagi. Banyak hal yang harus aku pikirkan. Aku sekarang bertanggungjawab atas mama dan adikku Samuel. Bagaimanapun aku ini anak paling tertua. Jadi lebih baik aku kuat dengan diri dan kemampuanku. Biarlah fokusku adalah keluarga. Masalah cinta dapat disisihkan karena itu bukan masalah penting.
Aku harus menata hidupku. Pertama, kembali ke pangkuan Allah Bapa. Memperbaiki kesalahan masa lalu yang sudah tidak taat sepenuh. Terutama di dalam hubungan pribadiku. Aku mengakui bahwa diriku sudah banyak kompromi. Kompromi adalah sesuatu yang paling dibenci oleh Tuhan. Oleh sebab itu, aku tidak akan kompromi. Apapun hal-hal yang membuatku kompromi, aku akan meninggalkannya. Aku tak akan terikat lagi. Aku tak akan goyah. Kompromi yang aku lakukan, untungnya Tuhan menyadarkanku, sehingga aku tidak membuat buah dosa itu matang. Tuhan menghajarku dengan tongkat didikan, mengingatkan bahwa aku tahu Firman, tetapi melakukan kompromi karena keinginan daging dan nafsu masa muda.
Aku akan memperbaiki kualitas hubunganku dengan Tuhan Yesus. Menjaga kekudusan hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tanpa kompromi.
Kedua, aku akan menyusun langkahku selanjutnya. Apakah mencari pekerjaan ataukah mempersiapkan diri untuk kuliah pasca sarjan di luar negeri? Aku harus memikirkan dengan matang. Aku mengharapkan Tuhan mengizinkan aku untuk dapat pekerjaan di Medan. Di Medan, aku bisa dekat dengan mama. Aku juga bisa masih bisa melayani di gereja, aku masih bisa digembalakan di dalam pengajaran Firman, aku membutuhkan penggembalaan itu, aku benar-benar haus. Selama aku meninggalkan Medan, selama itu juga aku merasa haus akan persekutuan, pengajaran, dan penggembalaan di gerejaku.
Ketiga, aku akan menguatkan mama dan adikku. Terutama aku merasa harus memperbaiki hubunganku dengan adikku Samuel. Aku tak mau di antara kami berdua ada perasaan saling iri. Kami sering kali bertengkar akhir-akhir ini. Hal ini mengganggu aku. Apalagi kami berdua sama-sama tidak mau mengalah. Pastinya membuat mamaku terluka. Aku harus memperbaikinya.
Komentar
Posting Komentar