1 September 2011. Akhirnya papaku tercinta menghembuskan nafas terakhir. Aku tak dapat menjelaskan secara rinci bagaimana proses itu. Karena itu begitu menyakitkan dan menyesakkan.
Puji Tuhan, papa pulang pada saat kami menaikkan pujian dan doa. Akan tetapi, aku tetap merasa bersedih betapa papaku yang menangis sambil terus menerus melihat diriku.
Air matanya menjadi kepedihanku. Aku mengusap air matanya padahal aku juga menangis.
Aku yang biasanya dapat mengontrol air mataku malah sering lepas kendali. Aku begitu mudah menangis. Padahal aku harus kuat untuk mama dan Samuel.
Bapa, tolong aku menghadapi semua ini. Aku tak bisa tanpa Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sudah memegang tangan papa dan memberi kesembuhan total yang ilahi. Kiranya Bapa juga membantu kami untuk tetap berpegang pada Firman. Memang sakit, tapi kami bertiga harus saling menopang satu sama lain.
Puji Tuhan, papa pulang pada saat kami menaikkan pujian dan doa. Akan tetapi, aku tetap merasa bersedih betapa papaku yang menangis sambil terus menerus melihat diriku.
Air matanya menjadi kepedihanku. Aku mengusap air matanya padahal aku juga menangis.
Aku yang biasanya dapat mengontrol air mataku malah sering lepas kendali. Aku begitu mudah menangis. Padahal aku harus kuat untuk mama dan Samuel.
Bapa, tolong aku menghadapi semua ini. Aku tak bisa tanpa Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sudah memegang tangan papa dan memberi kesembuhan total yang ilahi. Kiranya Bapa juga membantu kami untuk tetap berpegang pada Firman. Memang sakit, tapi kami bertiga harus saling menopang satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar